Kamis, 30 Juli 2015

Tentang Musik Tradisional Suku Karo

Seni Musik Tradisional Karo

Saya bukanlah seniman, sejarahwan ataupun budayawan, tetapi saya hanyalah salah satu dari masyarakat bangsa karo yang mencintai budaya karo, melalui tulisan ini saya ingin lebih memperkenalkan suku karo kepada khalayak umum dan juga sebagai sarana bagi saya untuk lebih memahami budaya dari suku saya sendiri.karena dengan membuat tulisan ini saya harus membaca banyak artikel & buku mengenai suku karo.

Seluruh tulisan mengenai budaya karo yang saya tulis dibawah ini, saya rangkum dari berbagai sumber. Rangkuman tersebut tentunya saya buat sesuai dengan pemahaman saya tentang karo, kalau ada kekurangan mohon maaf dan mohon koreksinya.


Menurut para orang tua kita awal musik tradisional karo bermula dari sebuah cerita tentang seorang putri cantik yang meninggal, apakah itu cerita nyata atau hanya sebuah dongeng kita tak pernah tahu. Detail ceritanya adalah sebagai berikut :
Pada mulanya manusia dijadikan Allah dengan perantara Benua Keling, mereka hidup dalam keadaan senang dan tidak mengenal mati, keadaan seperti ini terus terjadi hingga jumlah mereka 48 orang. Suatu hari turunlah hujan yang sangat lebat, bersamaan dengan petir yang sambung menyambung, dan angin topan yang begitu dasyat. Pada saat itu seorang putri yang cantik meninggal dunia, kematian putri tersebut membuat sang permaisuri (kemberahen) sangat berduka. Ia berharap kalau dia yang lebih dulu meninggal, bukan anaknya. Ketika harapan itu ia ucapkan tiba – tiba terdengarlah suara, dan ternyata yang bersuara itu adalah hewan2 sebagai berikut.
1.   Tungtung
2.   Dua katak
3.   Cacing ( karo : gaya)
4.   Kayat 7 sedahan (sejenis kumbang)
5.   Burung ampuk
Seekor dari kayat tersebut terbang kemulut salah seorang putri yang bernama siberu mbalu (Guru simbaso). Mendengar harapan sang permaisuri, untuk mencegah meninggalnya sang putri,  maka siberu mbalu tersebut menyuruh sang permaisuri tersebut untuk menirukan suara kelima binatang diatas.
Setelah mendengar perkataan siberuu mbalu tersebut, sang permaisuri langsung meminta panda jarang pardosi dan guru mata labang untuk meniru suara tersebut. Selanjutnya dibuatlah alat2 yang bias menimbulkan bunyi yang menyerupai suara kelima binatang diatas.
Seperti itulah asal mulanya terbentuk musik tradisional karo, kelima alat musik tersebut adalah :
1.        Suara Gendang = suara Tungtung
2.        Suara Serunai = Suara Gaya (cacing)
3.        Suara penganak (Canang) = Suara ampuk
4.        Suara tepik – tepuk = Suara Katak
5.        Suara Gong = Suara kayat tujuh sedahan
Kelima alat musik tersebut akhirnya disebut dengan penggual lima sedalanen.
Seni musik tradisional karo dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

A.      Seni suara
Pada mulanya seni suara pada kesenian tradisional karo dugunakan dalam acara untuk puji – pujian kepada dewa, makin lama makin berkembang dan akhirnya digunakan pada acara - acara lainnya yang di adakan oleh masyarakat karo. Pada kesenian tradisional karo, seni suara memegang peranan yang cukup penting dalam acara pesta maupun dalam puja puji terhadap dewa - dewa . Seni suara dapat dibagi menjadi lima bagian yaitu :

1. Nyanyian gembira disebut dengan nyanyian perkolong – kolong yang dinyanyikan oleh seorang perkolong – kolong (Perkolong – kolong ini awalnya disebut dengan permangga – mangga).
2. Nyanyian tabas atau nyanyian yang berisikan magic dan dinyanyikan oleh guru tertabas – tabas.
3. Nyanyian  tentang percintaan atau guro – guro aron
4. Nyanyian yang dinyanyikan pada upacara meninggal atau nyanyian yang bersifat sedih.
5. Nyanyian yang berisikan sebuah cerita seperti nyanyian turi – turin sibarus jahe, dll.
Pada kesenian tradisional karo, seni suara adalah salah satu alat yang memegang peranan penting dalam acara adat atau acara – acara untuk pemujaan kepada dewa - dewa
Nyanyian/lagu karo yang awal mulanya di pakai untuk memuji dewa2 masyarakat karo pada masa lalu, dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan, namun begitu lagu – lagu tersebut masih bersifat homophonis (lagu yang bersuara satu saja). Lagu – lagu yang bersifat homophone tersebut dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu:

1.      Lagu Tabas – tabas. Lagu tabas adalah lagu yang mengandung unsur magic/mantra, lagu ini biasanya dibawakan oleh guru penawar dan guru perdewel – dewel. Biasanya lagu ini dipakai dalam acara sebagai berikut :

a.      Erpangir kulau,
b.      Pengobatan tradisional karo, dan
c.      Meramu obat – obatan tradisional karo

Sifat lagu tabas itu adalah responsolial, yang artinnya apabila seorang penyanyi bernyanyi satu bit, maka akan dijawab serentak oleh para hadirin, misalnya:

“Enda pagar, pagar kari nini…
Sai mara kurumah tendi nini…
Lalu akan dijawab hadirin : Em buaten nini…

2.   Lagu Tangis. Lagu tangis adalah lagu yang biasa dinyanyikan pada saat upacara orang meninggal atau untuk menyatakan kesedihan dan biasanya sipenyanyi ikut menangis saat bernyayi. Contoh dari lagu ini adalah :

“ Adi enggo kam erpengobah ngelok impal, kam nari nge si ajar – ajaren ras beberendu, bage kel nge nindu rupa impal karo morgana”

“ Kam nari nge singajarken beberendu si melumat kutadingken, bage nge nindu rupa impal karo morgana”. “Ula kam pagi erleja – leja  ngajarken beberendu si melumat denga kutadingken e, bage nindu rupa impal”

“E maka bagem bebere mamana, adi nggo gia bapandu ngobah ngeluk nadingken kita, ersada –ersadalah arihndu ras seninandu, ula kam sipanjang – punjuten, maka ula pagi terdiah, bapandu nggo laws nadingken kita”.

Demikianlah sedikit kata –kata yang biasa dinyanyikan pada lagu tangis

3.   Lagu katoneng – katoneng. Lagu ini adalah isinya aalah pemberkatan dan pengharapan akan kesejahteraan, lagu ini biasanya dinyanyikan oleh perkolong – kolong, guru sibaso, guru perdewel – dewel dan perempuan – perempuan tua di kampong. Lagu ini biasa dipakai dalam upacara :

a.      Memasuki rumah baru (mengket rumah)
b.      Perkawinan
4.   Lagu Pingko – pingko. Lagu pingko – pingko adalah sejenis lagu tradisional karo yang bersifat satu suara. Lagu ini juga biasa dinyanyikan oleh perkolong – kolong dan muda mudi dikampung – kampung. Menurut cerita tua –tua dikampung, lagu ini bermula dari sebuah cerita yang berjudul Sitera Jile –jile, Berikut cerita singkatnya.

Kala itu hari sudah jauh malam dan bulanpun akan masuk ke peraduannya, ditengah malam yang sunyi lengang dikampung itu sitera jile – jile meniup serdamnya.
Singkat waktu, ayam jantanpun berkokok pertama kali, menandakan malam akan segera berganti pagi. Mendengar suara serdam itu, maka perempuan – perempuan tua dikampung itupun terbangun, mereka bertanya – Tanya kepada sesamanya “Siapakah gerangan yang meniup serdam ditengah ayam berkokok dan malam yang akan berganti pagi ini ?”.

“Suaranya sungguh mengharukan sekali dengan lagunya pingko – pingko”.
Demikianlah mulanya lagu pingko – pingko yang dilantunkan sitera jile –jile dengan serdamnya dikampung itu.

5.   Lagu Perkolong – kolong. Pada mulanya perkolong – kolong ini disebut dengan permangga – manga dan akhirnya berubah menjadi perkolong –kolong seperti sekarang ini. Lagu yang dinyanyikan oleh perkolong –kolong bermacam – macam coraknya namun masih bersifat homophone. Lagu perkolong – kolong ini biasanya dinyanyikan oleh orang yang terampil menari dan mampu memikat hati para penonton dengan nyanyiannya. Contoh lagu perkolong –kolong antara lain adalah :

a.      Lagu tiga lingga
b.      Lagu rimo malem
c.      Lagu gelang –gelang
d.      Lagu peranja mayang
e.      Lagu kolong –kolong
f.       Lasam – lasam lagu mehuli
g.      dll
B.       Seni  musik menggunakan peralatan
Seni musik berdasarkan alat – alat musik tradisional karo dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

I.       Kelompok yang pertama terdiri atas :

1.      Serunai (Alat tiup). Serunai terbuat dari kayu, kayu yang digunakan tidak boleh kayu sembarangan, jenis kayu yang dipakai adalah kayu selantam. Sebelum di buat menjadi serunai kayu selantam ini harus diawetkan terlebih dahulu, srunai memiliki beberapa bagian, yaitu :
a.      Anak – anak serunai, terbuat dari daun kelapa hijau yang sudah kering dan tua, daun ini dibuat menjadi kepitan daun yang telah diraut dan bagian bawahnya diikat dengan benang an dilapis dengan timah putih.

b.      Ampang – ampang serunai, terbuat dari perak, bentuknya bulat dan berlubang ditengah, pada lubang tersebutlah anak serunai melekat

c.      Batang serunai, pada batang ini terdapat delapan lubang, tujuh dibagian atas dan satu dibagian bawah serunai. lubang – lubang inilah yang menghasilkan nada

d.      gundal sarune, letaknya pada bagian bawah batang sarune. Gundal sarune terbuat dari bahan yang sama dengan batang sarune. Bentuk bagian dalamnya barel, sedangkan bentuk bagian luarnya konis.
2.      Gendang. Gendang dapat dibagi dua yaitu, gendang singindungi dan gendang singanaki, gendang ini terbuat dari kayu jenis nangka dan tualang. Fungsi gendang pada tradisi karo adalah untuk mengatur cepat atau lambatnya suatu lagu.Gendang ini dipukul oleh dua buah alat pukul yang biasanya terbuat dari pohon jeruk purut. Alat pukul ini ada dua macam, yaitu
a.      Alat pukul yang besar, dipergunakan di tangan kanan untuk singindungi
b.      Alat pukul yang kecil, dipergunakan di tangan kiri untuk singanaki
Gendang juga memiliki beberapa bagian, yaitu :

a.      Tutup gendang, terdapat dibagian ujung pangkalnya dan biasanya terbuat dari kulit binatang Nipuh (Sebangsa kancil), cara membuatnya adalah : Kulit Nipuh dikeringkan terlebih dahulu, setelah kering lalu direndam dalam air hingga lembek, selanjutnya bulu – bulunya dibuang, kemudian kulit dikikis hingga rata dan halus, setelah itu baru dipasang di bingkai yang merupakan lingkaran yang besarnya serupa dengan ukuran ujung pangkal mulut gendang, bingkai ini terbuat dari bamboo.

b.      Tali gendang atau tarik gendang, terbuat dari kulit lembu atau kerbau

c.      Kay atau badan gendang, terbuat dari kayu jenis nangka dan tualang. Ukuran lobang garis tengahnya kira – kira 3inchi bagian pangkal, 4inchi bagian tengah dan 2inchi bagian ujungnya.

3.      Penganak atau Canang (Alat Pukul). Penganak pada musik tradisional karo berfungsi sebagai pengatur ritme. Penganak ini terbuat dari logam. Penganak merupakan pukulan penggandaan dari gong dan nadanya tetap. Pemukul penganak terbuat dari kayu yang dilapisi dengan karet.
                                                                                                              
4.      Gong (Alat Pukul). Sama seperti penganak, gong juga terbuat dari logam, pukulan pada gong adalah selang dua kali dari tiap – tiap pukulan penganak, selain itu juga gong berfungsi sebagai pengatur irama music dan juga berfungsi sebagai bass pada music tradisional tersebut, pemukul gong sama dengan pemukul yang digunakan untuk penganak

II.       Kelompok dua terdiri atas :

1.   Belobat (Alat Tiup), alat ini terbuat dari bamboo, yang dipakai adalah bamboo yang baik dan kecil biasanya yang dipakai adalah cabang/ruas – ruas/ranggas dari bamboo. Belobat ada dua yaitu ;

a.    Belobat Pendek, belobat ini biasa dipakai dalam upacara – upacara raleng tendi(memanggil Roh), erpangir, dll. Belobat pendek terbuat dari ranggas bamboo yang baik, bagian pangkal belobat di sumbat dengan kayu yang memang dibuat untuk itu dan deberi lobang kecil. Suara dari belobat tersebut muncul dari pergesekkan udara pada lubang pangkal bamboo tersebut. Belobat pendek memiliki enam buah lubang, lubang ketiga dan keenam akan dibuat lebih besar dari lubang yang lainnya dan pada bagian pangkalnya terdapat ukiran – ukiran.

b.   Belobat Panjang, belobat ini disebut dengan belobat pingko – pingko dan biasa dipakai oelh pengembala kerbau. Pada dasarnya belobat ini sama dengan belobat pendek, perbedaannya hanya pada bentuknya yang lebih panjang dan lubang pada belobat panjang yang terdiri dari 4 atau 5 lubang.

2.   Surdam (Alat Tiup), Alat ini terbuat dari bambu, untuk memainkan alat music ini tidaklah mudah dan butuh keahlian khusus,  ada tiga jenis, yaitu :

a.    Surdam Puntung. Surdam puntung terbuat dari satu ruas bambu yang diukir, dan mempunyai lobang nada berjumlah enam buah. Mempunyai tangga nada mayor dan minor. Surdam ini biasanya dipakai seorang secara solo, pada malam hari oleh anak lajang ketika mau menjenguk pacarnya. Juga dipakai oleh pengembala sapi pada waktu mengembala sapinya, dan dapat dimainkan dengan ansambel musik gendang keteng-keteng.

b.   Surdam rumamis. Surdam rumamis terbuat dari seruas bambu yang ukurannya kira-kira sebesar ibu jari tangan dan panjangnya satu hasta. Surdam rumamis mempunyai lima buah lobang nada ditambah satu lubang tuldak yang berbentuk segi tiga. Hanya mempunyai tangga nada minor, dan hanya dapat memainkan lagu tangis-tangis guru saja. Alat musik ini dimainkan hanya solo tidak ada group musik ini.

c.     Surdam tangko kuda. Surdam ini terbuat dari bambu yang ukuran ruasnya kira-kira 90 cm dan mempunyai lobang nada lima buah, dan satu buah lobang nada dari lima buah tadi dimainkan dengan ibu jari kaki kiri. Lagu yang di mainkan hanya lagu tangis tangis saja, Dari namanya, ada kisah cerita sedikit. Menjelang pagi ada seseorang yang ingin mencuri seekor kuda, karena mendengar lagu-lagu yang dilantunkan oleh seorang penurdam, sakin enaknya rasa pencuri ini tadi dia merasa terharu, sehingga hari sudah terang, kuda pun tidak jadi dicuri. Alat musik ini hanya dapat dimainkan solo, tidak pernah ada klompok musiknya.

3.   Keteng – keteng (Alat pukul), Keteng keteng adalah alat musik yang terbuat dari satu ruas bambu yang ukuran diameter bambunya kira 22cm hingga 24cm dan panjangnya kira kira 80cm hingga 95 cm. Keteng – keteng memiliki 2 tali senar yang di ambil dari kulit bambu tersebut dengan cara kulit bamboo di ambil dari batangnya kemudian direnggangkan dengan kayu. Ditengah – tengah dari bambu tersebut di buat lubang bulat dan dibuat tertutup, tutup dari lubang tersebut akan di lekatkan pada tali senar, sehingga pada saat senar dipukul akan menimbulkan suara seperti gong, pada keteng – keteng terdapat suara gendang, penganak dan suara gong. Alat ini biasa dipakai pada upacara seperti raleng tendi, erpangir kulau dan persilihi.

4.   Kelcapi (Alat petik), kelcapi bisa dibilan merupakan gitarnya suku karo, kelcapi ini terbuat dari kayu. Senar kelcapi ada dua yang pangkal senarnya melekat pada kuda-kuda badan kelcapi dan ujung senarnya dilekatkan pada skrup yang terbuat dari kayu. Kelcapi adalah jenis alat musik yang digunakan sebagai pengiring untuk nyanyian yang bercerita, seperti cerita sibayak barus jahe, cerita sitera jile – jile, dan lainnya.

5.  Murbab (Alat Gesek), alat musik ini merupakan biolanya masyarakat karo, murbab terbuat dari batok (tempurung) kelapa dan kayu, sama seperti kelcapi murbab memiliki dua senar yang pangkal senarnya melekat pada kuda-kuda badan kelcapi dan ujung senarnya dilekatkan pada skrup yang terbuat dari kayu..


Sumber : Dari Berbagai Sumber